Sabtu, 31 Desember 2011

Turning Point

Lucu jg saat gw baca2 timeline orang2 di twitter semua nulis tentang the best moment yang terjadi dengan mereka sepanjang tahun 2011. Ada yang best gig untuk musisi, ada yang best moment. 

Gw sendiri agak males sebetulnya nulis "best moments" gw, kecuali atas lahirnya anak pertama gw Aksara Keandra Maulana Aditya, dan walaupun alhamdulillah banyak sekali mimpi gw yang sudah menahun menjadi nyata di 2011. Tapi gw merasa ada satu hal yang hinggap di gua, sebuah ide, pemikiran, yang mengubah pandangan gw terhadap apa yang gw kerjakan di Industri musik.

Gw menyebutnya sebagai Turning Point.
Sebetulnya awal mula munculnya ide dan pemikiran ini udah terpupuk sejak lama.

Tahun 2010, gw dapet kesempatan manggung di Melbourne, Australia bersama dengan Glenn Fredly, dalam sebuah acara yang diadain oleh Melbourne University. Di acara tersebut gw dapet kesempatan untuk diiringi oleh sebagian anggota dari Baku Cakar (band pengiring Glenn Fredly) yang mana sebetulnya anggotanya adalah temen2 gw juga. Adapun yang mengiringi gw waktu itu adalah Rifka Rachman, Rayendra Sunito, Bonar Abraham, dan Andre Dinuth.

Dalam proses rehearsal menuju show itu, gw cukup dibuat melongo oleh permainan Baku Cakar, bukan karena skill masing-masing personil yang emang najis jagonya, tapi karena "soul"nya. Permainan musik yang hampir tidak didukung oleh logika, melainkan 80% nya ber isi kan, nyawa. 

Kedisiplinan berlatih, penguasaan materi, sampai berbicara dengan musik nyata sekali gw liat di band ini. Dan hal itu bukan cuma berlaku ketika latihan Glenn aja, selain Rifka, mereka semua belum ada yang pernah main lagu gw, tapi... ketika mereka bermain, mau nangis rasanya, lagu gw seperti hidup, seperti nyata, seperti baru.

Begitu juga dengan seorang Glenn Fredly. Ini orang emang gila! showmanship nya gokil, bisa menyihir penontonnya, berkomunikasi, melibatkan penonton di pertunjukkannya, membuat mereka lupa waktu dan larut dalam musik Glenn dan pulang membawa kesan dan pesan baru yg tersirat dalam pertunjukkan nya.

Perlu waktu satu tahun sesudah itu untuk gw bisa menyadari, bagaimana dan mengapa penting untuk menjadi seorang penampil yang baik di dalam industri ini. 

Jujur setahun sesudah gig di Melbourne itu, sedikit sekali gw bisa menemukan penampilan dari para performer lokal, yang bisa memukau gw sebagaimana Glenn dan Baku Cakar nya. Bisa dibilang, hampir tidak ada. Dari showmanship, musik, skill, semuanya. Gw terus mencari tapi jarang banget bisa pulang dengan senyum lebar dimuka gw, sebagai hadian dari pertunjukkan yang gw tonton. Selalu menurut gw ada kurang disana atau disini. 

Berdasarkan apa yang gw rasain itu, dan sebagai seorang performer, gw berbalik, gw tidak mau penonton gw mengalami hal itu, apalagi klo shownya berbayar. Udah bayar, shownya biasa aja pula. Sebel bgt pasti rasanya, karena ketika gw jd penonton, asli gw sebel bgt.

Sekarang banyak sekali bermunculan band maupun solois baru, dan boyband.. sarry tp gw seringan sebel liat boyband2 lokal, nyari jarang pitch bener, dancenya jarang ada jiwanya. Lain sama nonton Agnes Monica, dia dan dancernya menari dengan tujuan, membuat tariannya bernyawa. Dan sekali lagi gw sebagai seorang performer gak mau juga penonton gw merasa kehampaan. Karena gw gak suka itu.

Tiba2 aja gw takut, dan sadar, jangan2 selama ini itu yang dirasain penonton gw, atau pernah gak ya mereka merasa basi nonton gw?. Kenapa gw takut, karena intinya, penonton adalah konsumen, and they deserve to be entertained!. Gw gak mau balik ke restoran yg makanannya ga enak, atau ke bioskop yang suka mati lampu. Intinya kita musisi, penyanyi, penampil, sedang bekerja di sebuah layanan jasa yang bernama ShowBiz, menjual hiburan, pelipur lara terhadap mereka yang memerlukannya, dalam bentuk rekaman audio, video, maupun penampilan panggung. Dan konsumen yang tidak terpuaskan tidak mungkin menjadi pelanggan yang setia. As simple as that. 

Gw jadi sangat takut, karena jujur udah terlalu banyak pengorbanan yang gw lakukan untuk bisa menjadi seorang musisi/penyanyi/penampil, dan gw sama sekali tidak berencana untuk numpang lewat. Satu janji gw sama orang tua gw waktu mereka bertanya kenapa gw mau jadi musisi, bahwa gw akan ngebuktiin bahwa Indonesia akan ingat mereka punya seseorang bernama Anugrah Aditya. 

Jujur semua ini gak gampang, dan gw tau bahwa sebelumnya gw cuma seneng2 aja disini, yang penting ngeband, yang penting nyanyi. Album pertama gw pengen buktiin klo gw bisa menjadi song writter, terus sampe alb kedua gw masih nulis lagu sendiri, tapi belum sampai ke taraf performer yang baik. Gw masih belum begitu perduli itu. 

Sekarang udah hampir setaun gw latihan vokal lagi dengan Indra Aziz (@VokalPlus), karena ternyata gw sadar nyanyi gw masih belom beres. Masih jauh dari sempurna tapi gw terus nyoba. Tahun ini jg diwarnai dg copot pasang formasi band pengiring gw, Insyallah temen2 band gw sekarang bisa bantu gw mewujudkan musik dan pertunjukkan yg ada dikepala gw. 

Gw masih jauh dari performer yang sempurna, tapi skarang gw seperti menemukan rumusnya, yaitu bahwa penonton, sesedikit dan sesimple apapun, tidak boleh diremehkan dan berhak dibuat terhibur. Maka dari itu sebagai seorang performer, kita, wajib memikirkan segala hal, musik, penampilan, showmanship, dan show itu sendiri, demi menghibur penonton dan pendengar kita, baik di atas panggung maupun lewat rekaman musik dan suara.

Turning Point gw adalah sadarnya gw bahwa kewajiban gw sebagai seorang musisi/penyanyi/performer sangat banyak. Untuk bernyanyi sebaik mungkin, membuat materi sebaik mungkin, dan tampil sebaik mungkin, karena itu adalah hak mereka, pendengar dan penonton. 

Semoga ditahun 2012 kesempatan itu masih terbuka, buat gw dan buat teman2 semua yang ingin memberikan yang terbaik di industri musik dan pertunjukkan ini.
 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar